Monday, September 8, 2008

MPR discusses proposal on constitution amendment

MPR discusses proposal on constitution amendment

The People`s Consultative Assembly (MPR) discussed a proposal on constitution changes in a joint meeting attended by members of MPR and the Regional Representative Council (DPD) Group leaderships, as well as faction heads in MPR, at the MPR Building, here, on Monday.

The joint meeting was chaired by MPR Chairman Hidayat Nurwahid, and attended by all faction heads in MPR. Nurwahid was flanked by MPR deputy chairmen, namely AM Fatwa and Aksa Mahmud, while the DPD Group was headed by Bambang Soeroso.

The closed-door meeting discussed continued agenda on constitution changes, which would be the fifth amendment of the country`s 1945 Constitution.

Heads of political parties` factions were expected to deliver their views on the proposal to further amend the Constitution. However, The Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP) and the National Mandate Party (PAN) factions in MPR did not agree with the proposal on the constitution changes.

Meanwhile, Secretary of the DPD Group in MPR Ichsan Loulembah told the press that political parties` factions still had different opinions on the proposal.

However, DPD was consistent in striving for constitution changes, he said.

"DPD suggests a setting up of a special team on constitution changes. The team`s members should comprise faction members in MPR, prominent figures in the community, and academicians," he said.

Indonesia`s 1945 Constitution has experienced amendment or change for four times so far.

Capres Tak Sekadar Muda dan Manfaatkan Eforia Internet

Capres Tak Sekadar Muda dan Manfaatkan Eforia Internet

Sudah kerap atraksi Barack Obama dibahas di pelbagai tulisan. Berulang kali, dari pelbagai sudut pandang, Obama seperti magnet. Yang ia lakukan selalu membuat orang takjub. Ia tak cuma menyedot perhatian masyarakat Amerika, media, tapi juga warga dunia, termasuk di Indonesia.

Tanggal 2 September dini hari pukul 01.52 waktu Indonesia, saya menerima e-mail blast dari Barack Obama. Karena memang sekian bulan lalu saya registrasi e-mail saya ke situs Web Obama. Secara rutin saya mendapat kiriman e-mail darinya.

Kali ini e-mail bersubjek ”Help Gulf Coast Residents and first responders Hurricane Gustaf.” Intinya ia mengajak pendukungnya untuk melakukan sesuatu bagi korban topan Gustaf dan memberikan donasi untuk meringankan beban para korban.

Ini soal kepekaan dalam melihat momen yang ada dan kecepatan Obama menjahit momen tersebut menjadi pesan sosial. Karena saat ini semua perhatian masyarakat Amerika tertuju pada bencana akibat topan Gustaf di wilayah New Orleans, Louisiana, Teluk Meksiko.

Dari awal kampanye Obama, yang menarik dicermati adalah kecerdasan tim sukses Obama menyiapkan strategi kampanye. Yakni menciptakan content dan context yang sesuai dengan public insight Amerika saat ini.

Hidup dengan internet dan jejaring sosial yang ada di dunia maya telah menjadi kebutuhan utama publik Amerika yang jadi target pemilih Obama. Dengan penetrasi internet di AS mencapai 69 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata jumlah pemilih Pemilu AS yang kurang dari 50 persen. Maka tak disangsikan lagi bahwa di Amerika target pemilih bisa dikatakan cukup identik dengan pengguna internet. Tentu saja berbeda dengan Indonesia di mana pengguna internet bisa jadi bukan target pemilih saat ini.

Eforia digital

Selain menyiapkan kanal komunikasi yang sesuai dengan zamannya, tim sukses Obama juga menciptakan content—pesan yang kontekstual dengan situasi dan kebutuhan saat ini, yakni perubahan. Kunci pesan Obama adalah, ”Change you can believe in”. Pesan ini memang dimaksudkan menjawab tantangan Amerika yang sedang dirundung krisis ekonomi domestik. Dan, niat Obama adalah bagaimana perubahan yang ia tawarkan akan mengamankan masa depan Amerika.

Masyarakat AS, terutama kalangan mudanya, sedang meresahkan masa depan AS. Itulah yang dijawab Obama. Dia menjanjikan akan fokus pada penyelesaian masalah ekonomi riil dalam negeri yang antara lain karena masalah kredit konsumsi. Obama juga menjanjikan soal proteksi keamanan sosial untuk generasi mendatang. Karena, situasi yang melanda Amerika sekarang, memang sangat dikhawatirkan pengaruhnya bagi generasi mudanya yang memang sudah terbiasa menikmati kenyamanan.

Kemampuannya memetakan isu-isu penting bagi warga Amerika, kemudian mengemasnya dalam key messages (yang telah menyentuh emosi masyarakatnya), dan mendistribusikan melalui kanal-kanal komunikasi modern. Itulah kekuatan kampanye Obama.

Yang jelas, dengan strategi itu Obama telah merampungkan satu babak, dan ia berhasil lolos sebagai kandidat capres dari Partai Demokrat mengalahkan Hillary Clinton. Kini ia melaju ke babak selanjutnya, melawan McCain dari Partai Republik.

Eforia digital communications Obama memang telah melanda Indonesia. Beberapa kandidat capres memanfaatkan media modern ini. Di situs jejaring sosial Facebook, misalnya, muncul Rizal Mallarangeng, Fajroel Rahman, Wiranto, dan Soetrisno Bachir. Mereka memang sudah menjaring ratusan teman.

Persoalannya, teman yang terdaftar seolah hanya sebagai teman saja. Mereka tidak disuguhi nukilan persoalan-persoalan bangsa yang kemudian dikemas jadi pesan politik dan persoalan sosial yang menyentuh emosi publik.

Kehebatan komunikasi digital di era Web 2.0, untuk menjaring interaktivitas, memancing ketertarikan publik, serta menggali insight pemilih belum secara optimal dimanfaatkan. Mereka masih terkesan ”meminta” publik untuk memahami pemikiran mereka. Bukan sebaliknya, menggali sebanyak mungkin persoalan dan unek-unek yang ada di masyarakat, lalu memilahnya menjadi pesan-pesan politik yang cantik serta mengajak masyarakat untuk terlibat menanganinya.

Kecepatan

Terinspirasi kesuksesan pola komunikasi Obama memang sah-sah saja, tapi yang perlu dicatat Obama telah membuktikan ”tak sekadar muda dan berinternet.” Tapi ia juga jeli dan peka menangkap persoalan bangsanya, mengemasnya menjadi pesan politik dan pesan sosial yang mengundang simpati publik. Apalagi penetrasi internet di Indonesia masih sekitar 9,8 persen, belum signifikan bila dibandingkan dengan jumlah pemilih.

”Teman-teman” yang terjaring para kandidat capres Indonesia di jejaring sosial dunia maya, bisa jadi bukanlah tipikal pemilih Indonesia. Karena mereka umumnya adalah kalangan terdidik dan kritis, yang memiliki keengganan memilih karena sudah muak dengan praktik politik yang ada selama ini.

Namun, bukan berarti mereka tak bisa dimanfaatkan. Bila mereka mendapatkan masukan pesan-pesan simpatik dan meyakininya, hal itu bisa menjadi virus perubahan, masyarakat digital akan dengan senang hati menyebarkan virus tersebut. Karena salah satu kekuatan komunikasi digital adalah kecepatan mengabarkan melalui word of mouth.

Menurut Mazen Nahawi, President News Group International, internet telah menjadi sumber informasi nomor satu untuk para jurnalis. Itu artinya, jika pesan-pesan yang ada di jejaring sosial dunia maya itu menarik perhatian, tentunya akan menjadi asupan bagi mainstream media yang masih dominan di Indonesia.

Nah, setelah muda dan ”nge-net”, sudah peka-kah para capres negeri ini melihat persoalan bangsa?

Ventura Elisawati, Peminat Komunikasi Digital

Bahasa Dewa

Bahasa Dewa
Ponsel China Terjangkau Memiliki Kamera Resolusi 8 Megapiksel
Kemajuan teknologi komunikasi informasi tidak bisa disangkal sangat terkait dengan kemajuan yang dicapai oleh RRC, negara berpenduduk 1,4 miliar orang. Daratan China menjadi basis manufaktur dan pasar konsumen ponsel terbesar di dunia.

Dari jumlah penggunaan, China adalah pengguna ponsel terbesar di dunia dengan beberapa juta orang di antaranya memiliki beberapa buah ponsel untuk keperluan pribadi dan bisnis. Pada awal tahun ini, pengguna ponsel yang tercatat pada operator lokal mencapai 592 juta pelanggan.

Kekuatan China, dalam membuat ponsel dan jumlah penggunanya, mampu membangun dan sekaligus menjatuhkan merek apa pun yang dijual di daratan China. Operator ponsel dengan skala seperti China Mobile, misalnya, dengan lebih dari 400 juta pelanggan dengan mudah akan mendikte merek ponsel yang ingin dipasarkan.

Atau, China pun mampu memberikan dampak serius terhadap portfolio investasi teknologi komunikasi, seperti teknologi 3G. Dengan mudah, China menolak penggelaran teknologi 3G dan memaksa investor dan pengembang teknologi ini mengikuti standar yang diinginkan China.

Yang tidak kalah menarik, selain sebagai pasaran konsumen ponsel, China juga memproduksi ponsel secara masif menghadirkan berbagai merek lokal yang mulai digemari konsumen lokal maupun luar negeri, termasuk Indonesia. Di daratan China ada merek-merek yang sama sekali baru, seperti K-touch, Gionee, Huawei, ZTE, Spansion, Qimonda, Amoy, Elitek, dan puluhan lainnya, menyaingi merek-merek ternama seperti Nokia, Motorola, atau Sony Ericsson.

Industri rumahan

Di Indonesia sendiri, ada lebih dari 60 merek ponsel buatan China yang dipesan secara OEM (original equipment manufacturer), menyerbu pasaran Indonesia dengan harga yang terjangkau dengan beragam fitur yang tidak dimiliki oleh ponsel multinasional. Bulan Juni tahun ini saja ada merek-merek yang mulai dipasarkan yang tidak dikenal sebelumnya, seperti Gstar, D-one, My-G, Nexian, Swahoo, dan Titan.

Yang menarik, ponsel- ponsel buatan China ini mulai dijajakan dengan harga yang sangat murah, mulai dari sekitar Rp 200.000, memungkinkan penggunanya langsung melakukan percakapan teleponi. Dan, dampak yang diakibatkan oleh kehadiran ponsel buatan China ini mulai dirasakan oleh operator yang dengan gencar bersaing menurunkan harga, menawarkan berbagai macam promosi ”gratis,” dan lainnya untuk menarik konsumen sebanyak-banyak dengan layanan yang seringkali tidak masuk akal, seperti menelepon gratis pukul 02.00.

Selama satu bulan, berdasarkan data yang dimiliki Kompas, ponsel merek China yang terjual di pasaran tercatat sekitar 75.000 unit. Dan unit yang paling laku di pasaran adalah merek ZTE yang terjual lebih dari 26.000 unit, lalu Huawei sekitar 22.000 unit. Merek-merek lain di jual di bawah 10 unit, dan bahkan beberapa merek hanya mampu dijual sekitar ratusan unit.

Persoalannya, seringkali pada distributor maupun konsumen menghadapi persoalan dengan ponsel buatan China ini. Mulai dari spesifikasi maupun fitur yang tidak sesuai dengan pesanan, seperti memori disebut 64 KB ternyata hanya 32 KB, atau keluhan konsumen yang tidak mendapat layanan purna jual yang baik, fitur yang tidak berfungsi, panas, dan cepat rusak.

Persoalannya, ponsel buatan China ini, selain dibuat oleh perusahaan-perusahaan besar di kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Guangzhou, juga dibuat oleh perusahaan skala kecil dan menengah sebagai industri rumahan yang meladeni pembeli distributor dalam kuantitas minimum tidak sampai 500 unit, misalnya.

Akibatnya, pengawasan kualitas produk ponsel jenis yang dibuat industri rumahan ini tidak terjaga sama sekali dan ketika dipasarkan di Indonesia memiliki persoalan dengan konsumen yang ingin memiliki ponsel. Namun, seringkali juga ponsel OEM buatan industri besar seperti Huawei dan ZTE memiliki persoalan karena jumlah ponsel yang diproduksi sangat masif, untuk bisa mencapai skala ekonomi agar bisa dijual dengan harga yang sangat murah.

Gradasi warna

Namun, di sisi lain, ada juga ponsel-ponsel buatan China yang memiliki kualitas tidak kalah menarik dibanding merek multinasional dengan fitur yang seringkali tidak dimiliki oleh Nokia, Sony Ericsson, atau sejenisnya. Salah satu ponsel China yang dicoba Kompas adalah K-touch C800 buatan Beijing Tianyu Communication Equipment Co Ltd yang didirikan pada tahun 2002.

Di China, ponsel K-touch menjadi ponsel populer dengan merek dua aksara kanji disebut Tian Yu atau secara harfiah diterjemahkan sebagai bahasa langit atau bahasa dewa, sebuah transformasi legenda yang dipercaya ratusan juta orang China. Mungkin, ponsel ini memang dimaksudkan untuk melakukan percakapan teleponi dengan para dewa dengan berbagai fitur yang dimilikinya.

K-touch ”Bahasa Dewa” memiliki perspektif berbeda untuk menghadirkan kecanggihan ponsel buatan China, sekaligus ”pamer teknologi” yang mampu dilakukan oleh K-touch yang selama ini memiliki puluhan model ponsel yang terbagi dalam tujuh kategori mulai dari yang disebut lishi jixing (model kuno) sampai kuxuan xuanping xilie (seri layar putar).

Berbeda dengan ponsel lain di pasaran, K-touch C800 menghadirkan ponsel dari perspektif lain dengan memberikan penekanan pada kamera ponsel yang mencoba mempertegas konvergensi teknologi ponsel berkamera dengan resolusi 8 megapiksel, atau mungkin juga kamera berponsel. Gagasannya memang bukan murni K-touch, karena Samsung asal Korea Selatan juga sebelumnya memproduksi ponsel kamera pertama dengan kemampuan 5 megapiksel.

Ponsel ”Bahasa Dewa” ini menggunakan CCD (charge-coupled device) untuk menopang kemampuan kamera 8 megapiksel, dan tidak menggunakan interpolasi untuk memanipulasi resolusi yang mampu dihasilkan oleh C800 ini. Selain itu, ponsel ini juga menggunakan pembesaran optik sampai tiga kali (3 x), serta sensitivitas cahaya sampai ISO 1600.

Menggunakan lampu pijar Xenon flash, fitur lain yang menarik dari K-touch C800 ini adalah layar monitor 2,8 inci (diagonal 7,11 cm) disentuh dengan jari atau menggunakan stylus. Ukurannya memang besar, 123 x 56 x 21 mm, dan ketika lensa optik keluar di bagian belakang, nyaris kita tidak bisa membedakan apakah C800 ini sebuah ponsel atau kamera digital.

Kualitas yang dihasilkan pun mengagumkan, sama dengan foto digital berbagai merek ternama yang ada di pasaran. Warna foto digital yang mampu dihasilkan C800 sangat terang dan condong vivid, tetapi mampu menangkap gradasi perbedaan warna memuaskan cocok untuk keperluan pribadi penggunanya atau sebagai alat bantu bisnis, misalnya agen rumah, arsitek, dan sebagainya yang memerlukan satu perangkat all-in-one ponsel dan kamera digital.

K-touch C800 adalah sebuah kemajuan teknologi yang mampu melakukan konvergensi utuh menghadirkan teknologi mutakhir dalam satu kemasan produk yang terjangkau. Satu saja persoalannya, berbagai ponsel buatan China ini belum memiliki teknologi 3G sehingga mengirim foto menggunakan C800 membutuhkan waktu sendiri yang bisa membosankan penggunanya yang menunggu terkirimnya foto resolusi tinggi. (rlp)

Ponsel China yang dijajakan di pasaran dengan harga yang sangat murah, sekitar Rp 200.000, ternyata mampu juga untuk menghasilkan kovergensi teknologi dengan menggabungkan berbagai fitur ponsel dan menghadirkan kamera digital resolusi tinggi. K-touch C800 memang termasuk besar ukurannya untuk ukuran ponsel yang digemari konsumen, tetapi ponsel yang laris di daratan China ini memiliki kamera resolusi 8 megapiksel serta layar sentuh yang futuristik.