Sunday, August 26, 2007

WARGA MASIH ENGGAN PAKAI KOMPOR GAS

WARGA TAMAN SARI MASIH ENGGAN PAKAI KOMPOR GAS
Selasa, 07 Agustus 2007 12:17 WIB


Antrean minyak tanah yang cukup panjang.

Konfersi minyak tanah ke gas elpiji yang dicanangkan pemerintah ternyata tidak berpengaruh pada warga Kelurahan Tangki, Taman Sari, Jakarta Barat. Mereka masih enggan menggunakan kompor gas dan lebih memilih menggunakan kompor minyak tanah. Namun, warga kesulitan mendapat minyak tanah. Pasalnya, Pertamina mulai mengurangi pasokan ke agen-agen di Jakarta. Akibatnya, warga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan mintak tanah.
Meski harus antre, warga tetap membeli minyak tanah di pangkalan. Sebab, pada pedagang minyak keliling, harga jauh di atas harga eceran di agen. Sejumlah warga mengaku harus antre selama tujuh sampai delapan jam untuk bisa membeli beberapa liter minyak tanah. Untuk menyiasati panjangnya antrean, warga meletakkan jeriken di dekat pangkalan minyak tanah.(BEY)

Antrean warga Kecamatan Tamansari, Kelurahan Tangki, Jakarta Barat
untuk mendapatkan minyak tanah.

Ratusan warga di Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Tangki, Jakarta Barat, masih tetap antre untuk mendapatkan minyak tanah. Jika sehari sebelumnya mereka bisa mendapatkan lima liter minyak tanah, Jumat (24/8) ini, mereka hanya dijatah dua liter minyak tanah. Secara bergiliran, setiap lima orang warga diizinkan masuk ke dalam halaman agen minyak tanah untuk mengambil lima liter minyak yang akan dibelinya.
Sementara ratusan warga lainnya harus antre hingga ke jalan. Sebagian besar warga telah mengantre sejak Kamis pukul 22.00 WIB. Banyak pula anak-anak yang ikut mengantre minyak tanah dan terpaksa tidak masuk sekolah. Hanya dalam waktu satu jam, 5.000 liter minyak tanah ludes. Beberapa petugas yang ikut menjaga, harus menenangkan warga yang mencoba masuk untuk mendapatkan minyak tanah. Ratusan warga lainnya yang telah mengantre harus keecewa karena belum mendapatkan minyak.(BEY)


Antrean warga untuk mendapatkan minyak tanah.
Antrean warga untuk membeli minyak tanah terus terjadi di Ibukota Jakarta. Rupanya, konversi minyak tanah ke gas yang dicanangkan pemerintah tidak membuat sejumlah warga beralih ke gas elpiji. Seperti warga Tangki, Taman Sari, Jakarta Barat. Mereka masih menggunakan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga.
Antrean jeriken minyak tanah, menurut warga, sudah mulai memanjang sejak pukul 03.00 WIB. Bahkan warga rela menunggu selama tujuh jam hingga distributor yang membawa 5.000 liter datang ke pangkalan. Menurut pemilik pangkalan, Junita, sejak pukul 03.00 WIB warga sudah mengantre. Jumlah dirigen bisa lebih 300 jeriken milik warga. Karena banyak warga yang antre, pemilik pangkalan membatasi pembelian, yakni hanya empat liter per orang dengan harga Rp 2.500 per liter.
Menurut warga, mereka tetap menggunakan minyak tanah karena harga gas dianggap terlalu mahal. Apalagi, minyak tanah dapat dibeli secara eceran, satu hingga dua liter. Keraguan warga untuk beralih ke gas juga karena kekhawatiran kualitas tabung gas yang dibagikan secara gratis tersebut tidak memenui standar keselamatan.
Tidak heran apabila program konversi minyak tanah ke gas elpiji terus menuai protes. Program ini dimaksudkan pemerintah untuk menekan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp 60 triliun. Pada tahap awal, program ini telah dilakukan di Jakarta, Tangerang dan Depok, Jawa Barat.
Melalui program ini masyarakat tertentu sudah menerima tabung gas berukuran tiga kilogram dan sebuah kompor gas. Namun, program koversi minyak tanah ke gas elpiji saat ini belum berjalan mulus. Sebagian warga tak siap beralih ke elpiji. Mereka tetap menggunakan minyak tanah. Mereka mengaku sulit memperoleh gas untuk isi ulang kompor gas yang telah diberikan gratis oleh pemerintah.
Di sisi lain, distribusi gas seberat tiga kilogram belum menjangkau daerah sasaran konversi. Ditambah mahalnya harga gas, banyak penerima kompor gas kembali mengunakan minyak tanah. Tabung gas gratis yang dibagikan juga dinilai tidak memenuhi standard. Di Depok, Jawa Barat, sejumlah tabung meledak sebelum dibagikan.
Selain itu, program ini juga mendapat tantangan dari sejumlah kalangan. Massa yang berasal dari berbagai daerah di Jakarta, beberapa hari lalu, datang ke Istana Negara. Mereka dengan tegas menolak konversi minyak tanah ke bahan bakar gas. Massa meminta agar pemerintah melancarkan suplai minyak tanah ke pangkalan-pangkalan agar mereka bisa memasak kembali.
Sebagian besar pengunjuk rasa adalah para pedagang kaki lima dan pemilik warung makan yang selama ini menggunakan minyak tanah. Mereka menilai, penggunaan gas sangat membebani warga. Dan Senin (6/8) kemarin, sekitar 700 orang yang menolak program konversi minyak tanah ke gas elpiji berdemonstrasi di Depo Pertamina di Plumpang Jakarta Utara. Demonstrasi berakhir dengan bentrok. Bentrok terjadi saat warga yang berusaha masuk ke Depo Pertamina dihalau oleh polisi.
Namun demikian, program ini akan tetap dilanjutkan. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan, pada tahun 2009 sebanyak 40 juta unit kompor gas telah dibagikan kepada masyarakat.(DOR)

No comments: