Harga Minyak Turun Lagi
Harga minyak dunia, Senin (27/10), jatuh hingga di bawah 62 dollar AS per barrel. Pasar pesimistis terhadap iklim ekonomi global yang makin buruk. Hal tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh pada permintaan minyak mentah.
Minyak light sweet yang menjadi patokan di pasar AS untuk penyerahan bulan Desember turun menjadi 61,30 dollar AS per barrel. Sementara di London, minyak Brent dari Laut Utara juga turun menjadi 60,30 dollar AS per barrel.
Jatuhnya harga minyak itu karena kalangan investor masih belum percaya bahwa perbaikan sistem finansial sanggup mencegah resesi dunia. Resesi membuat permintaan minyak dunia semakin melemah.
Kondisi perekonomian ini lebih kuat memengaruhi pasar ketimbang kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memotong produksi 1,5 juta barrel hingga menjadi 27,3 juta barrel per hari. Apalagi, keputusan OPEC ini baru akan dilaksanakan November nanti.
”Langkah OPEC itu sudah baik, tetapi pasar minyak sedang fokus pada persoalan ekonomi dunia. Jika kondisi ekonomi melemah di AS atau Eropa, harga akan makin jatuh,” kata ahli strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia, Sydney, David Moore.
JBC Energy di Vienna, mengatakan, harga minyak saat ini sudah di luar kendali OPEC. ”Harga kini dikendalikan krisis finansial dan bukan karena potongan dari OPEC. Harga minyak kini ditekan kredit dan kurangnya likuiditas. Untuk beberapa pekan ke depan harga minyak bergantung pada faktor suplai,” sebut laporan penelitian JBC Energy.
Pedagang minyak kini menunggu implementasi pemotongan produksi OPEC. Asia menyatakan belum menerima pemberitahuan adanya pembatalan pengiriman minyak mentah. Harga minyak di Asia juga jatuh seiring dengan jatuhnya harga saham global akibat kekhawatiran akan terjadinya resesi dunia.
Potong lagi
Produsen minyak terbesar kedua di OPEC, Iran, mengatakan, OPEC akan kembali mengurangi jumlah produksi jika pengurangan tahap pertama belum bisa menstabilkan harga. ”Jika keputusan awal tidak berhasil di pasar, OPEC akan kembali mengambil langkah-langkah tertentu untuk menstabilkan harga,” kata perwakilan Iran di OPEC, Mohammad Ali Khatibi.
Namun, analis mempertanyakan efektivitas langkah OPEC mengingat krisis finansial global yang memburuk. Direktur Operasional lembaga konsultan energi Horizon Strategies, Humphrey Harrison, menegaskan, dalam beberapa bulan nanti OPEC akan bertemu lagi untuk menghasilkan kebijakan baru produksi minyak.
”Kami ada di dalam wilayah yang belum dipetakan akibat krisis finansial itu. Karena itu, OPEC akan lebih sering bertemu untuk memetakan kondisi seperti ini,” ujarnya.
Harga minyak dunia, Senin (27/10), jatuh hingga di bawah 62 dollar AS per barrel. Pasar pesimistis terhadap iklim ekonomi global yang makin buruk. Hal tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh pada permintaan minyak mentah.
Minyak light sweet yang menjadi patokan di pasar AS untuk penyerahan bulan Desember turun menjadi 61,30 dollar AS per barrel. Sementara di London, minyak Brent dari Laut Utara juga turun menjadi 60,30 dollar AS per barrel.
Jatuhnya harga minyak itu karena kalangan investor masih belum percaya bahwa perbaikan sistem finansial sanggup mencegah resesi dunia. Resesi membuat permintaan minyak dunia semakin melemah.
Kondisi perekonomian ini lebih kuat memengaruhi pasar ketimbang kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memotong produksi 1,5 juta barrel hingga menjadi 27,3 juta barrel per hari. Apalagi, keputusan OPEC ini baru akan dilaksanakan November nanti.
”Langkah OPEC itu sudah baik, tetapi pasar minyak sedang fokus pada persoalan ekonomi dunia. Jika kondisi ekonomi melemah di AS atau Eropa, harga akan makin jatuh,” kata ahli strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia, Sydney, David Moore.
JBC Energy di Vienna, mengatakan, harga minyak saat ini sudah di luar kendali OPEC. ”Harga kini dikendalikan krisis finansial dan bukan karena potongan dari OPEC. Harga minyak kini ditekan kredit dan kurangnya likuiditas. Untuk beberapa pekan ke depan harga minyak bergantung pada faktor suplai,” sebut laporan penelitian JBC Energy.
Pedagang minyak kini menunggu implementasi pemotongan produksi OPEC. Asia menyatakan belum menerima pemberitahuan adanya pembatalan pengiriman minyak mentah. Harga minyak di Asia juga jatuh seiring dengan jatuhnya harga saham global akibat kekhawatiran akan terjadinya resesi dunia.
Potong lagi
Produsen minyak terbesar kedua di OPEC, Iran, mengatakan, OPEC akan kembali mengurangi jumlah produksi jika pengurangan tahap pertama belum bisa menstabilkan harga. ”Jika keputusan awal tidak berhasil di pasar, OPEC akan kembali mengambil langkah-langkah tertentu untuk menstabilkan harga,” kata perwakilan Iran di OPEC, Mohammad Ali Khatibi.
Namun, analis mempertanyakan efektivitas langkah OPEC mengingat krisis finansial global yang memburuk. Direktur Operasional lembaga konsultan energi Horizon Strategies, Humphrey Harrison, menegaskan, dalam beberapa bulan nanti OPEC akan bertemu lagi untuk menghasilkan kebijakan baru produksi minyak.
”Kami ada di dalam wilayah yang belum dipetakan akibat krisis finansial itu. Karena itu, OPEC akan lebih sering bertemu untuk memetakan kondisi seperti ini,” ujarnya.
Harga minyak dunia turun di perdagangan Asia, Selasa, akibat tertekan kekhawatiran resesi global akan membuat merosotnya permintaan energi, para dealer menyatakan.
Kontrak utama pasar New York, minyak mentah jenis light sweet untuk penyerahan Desember turun 89 sen menjadi 62,33 dolar per barel. Pada perdagangan Senin, kontrak New York sempat menukik ke posisi 61,30 dolar, level yang terakhir kali terjadi pada Mei 2007.
Harga minyak Brent Laut Utara bagi pengiriman Desember merosot 1,28 dolar menjadi 60,13 dolar. Kontrak tersebut anjlok di bawah 60 dolar sehari sebelumnya, menjadi 59.02 dolar, angka terendahnya sejak Pebruari 2007.
Jatuhnya harga minyak mencerminkan situasi serupa pada pasar saham, dengan banyak indeks utama terjungkal, karena para investor "lari mencari aman", akibat mencemaskan prospek resesi global.
Para investor tetap merasa panik, kendatipun muncul janji dari tujuh negara industri maju yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (G-7) untuk bekerja sama menyetabilkan pasar finansial global.
"Harga sedikit banyak mengikuti gerakan pasar saham global pada saat ini, karena para pelaku pasar melihat indeks utama sebagai alat untuk mengukur kondisi ekonomi dan juga menjadi indikator bagi permintaan minyak di masa mendatang, kata analis Sucden, Nimit Khamar, kepada AFP.
Harga minyak telah amat merosot hingga hampir 60 persen sejak mencapai rekor tinggi 147 dolar pada Juli lalu, dengan semakin memburuknya kondisi perekonomian global, dipicu sebagian besar oleh krisis finansial AS.
No comments:
Post a Comment