Primadona
Fenomena Telepon Seluler China
Bayang-bayang krisis ekonomi dunia sepertinya juga akan memengaruhi daya beli masyarakat kebanyakan di negeri ini. Jadi, kehadiran ponsel-ponsel China yang menawarkan harga murah diperkirakan ke depan masih akan menjadi primadona.
Kelompok masyarakat yang tidak paham atau bahkan tidak peduli dengan kualitas, yang penting bisa melakukan aktivitas hubungan suara dan SMS dengan ponsel semurah mungkin, diperkirakan berada di sekitar 95 persen dari sekitar 80 juta pengguna ponsel di Indonesia.
”Persaingan ke depan tetap seru dengan adanya lebih dari 80 merek yag telah terdaftar di Departemen Perdagangan. Posisi, diferensiasi, dan strategi marketing brand sangatlah berperan di masa mendatang,” ungkap Herman Janto, GM StarTech, pelaku bisnis dari perusahaan ponsel lokal yang saat ini masih menggunakan produk buatan China.
StarTech bersama kelompoknya mencoba membangun brand lokal yang mengharapkan nantinya bisa menjadi ponsel Indonesia. Tentu saja sebagai perusahaan OEM, mereka bisa menggunakan pabrikan lain di luar China. Namun, untuk bisa kompetitif dengan harga, memang saat ini China belum ada tandingannya.
Beberapa karakter yang menonjol pada ponsel China adalah ponsel TV dan ponsel dengan kartu SIM ganda (GSM-GSM atau GSM-CDMA). Mereka tertinggal dalam mengaplikasikan teknologi 3G ataupun yang lebih tinggi, sedangkan penerima (tuner) TV juga masih bersifat analog. Meski demikian, solusi itu menjawab kebutuhan hemat saat ini.
Situasi seperti ini tampaknya juga diperhitungkan oleh vendor besar, di antaranya mereka juga mengeluarkan varian-varian dari ponsel canggihnya untuk bisa memberikan harga terjangkau. Bagaimanapun, Nokia, Motorola, Sony Ericsson, LG, dan Samsung tidak ingin kehilangan kesempatan.
LG, yang di tingkat global menjadi ”kuda hitam” bagi vendor-vendor besar, juga masih memberikan perhatian pada ponsel murah. Di antaranya yang saat ini dilakukan adalah dengan melakukan bundling dengan operator CDMA Esia, ponsel LG ID6100 ini menggunakan nama hape Esia Ekspresi.
”Di antara produsen ponsel China menangani dengan serius, ada yang tetap berusaha memelihara brand, memberikan layanan purnajual,” kata Djunadi Satrio, Head of Marketing Sony Ericsson Indonesia. Walaupun kebanyakan di antara mereka hanya memasukkan begitu saja produk China tanpa memikirkan layanan selanjutnya.
Keadaan ini tentu tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, setidaknya akan sangat memengaruhi pasar bawah. Sementara di atas, ancaman datang dari beberapa vendor komputer yang juga sudah melahirkan ponsel pintar yang fenomenal, setelah iPhone dari Apple, kemudian disusul G1 (kelompok Google), dan tidak ketinggalan BlackBerry semakin menghebohkan.
Bayang-bayang krisis ekonomi dunia sepertinya juga akan memengaruhi daya beli masyarakat kebanyakan di negeri ini. Jadi, kehadiran ponsel-ponsel China yang menawarkan harga murah diperkirakan ke depan masih akan menjadi primadona.
Kelompok masyarakat yang tidak paham atau bahkan tidak peduli dengan kualitas, yang penting bisa melakukan aktivitas hubungan suara dan SMS dengan ponsel semurah mungkin, diperkirakan berada di sekitar 95 persen dari sekitar 80 juta pengguna ponsel di Indonesia.
”Persaingan ke depan tetap seru dengan adanya lebih dari 80 merek yag telah terdaftar di Departemen Perdagangan. Posisi, diferensiasi, dan strategi marketing brand sangatlah berperan di masa mendatang,” ungkap Herman Janto, GM StarTech, pelaku bisnis dari perusahaan ponsel lokal yang saat ini masih menggunakan produk buatan China.
StarTech bersama kelompoknya mencoba membangun brand lokal yang mengharapkan nantinya bisa menjadi ponsel Indonesia. Tentu saja sebagai perusahaan OEM, mereka bisa menggunakan pabrikan lain di luar China. Namun, untuk bisa kompetitif dengan harga, memang saat ini China belum ada tandingannya.
Beberapa karakter yang menonjol pada ponsel China adalah ponsel TV dan ponsel dengan kartu SIM ganda (GSM-GSM atau GSM-CDMA). Mereka tertinggal dalam mengaplikasikan teknologi 3G ataupun yang lebih tinggi, sedangkan penerima (tuner) TV juga masih bersifat analog. Meski demikian, solusi itu menjawab kebutuhan hemat saat ini.
Situasi seperti ini tampaknya juga diperhitungkan oleh vendor besar, di antaranya mereka juga mengeluarkan varian-varian dari ponsel canggihnya untuk bisa memberikan harga terjangkau. Bagaimanapun, Nokia, Motorola, Sony Ericsson, LG, dan Samsung tidak ingin kehilangan kesempatan.
LG, yang di tingkat global menjadi ”kuda hitam” bagi vendor-vendor besar, juga masih memberikan perhatian pada ponsel murah. Di antaranya yang saat ini dilakukan adalah dengan melakukan bundling dengan operator CDMA Esia, ponsel LG ID6100 ini menggunakan nama hape Esia Ekspresi.
”Di antara produsen ponsel China menangani dengan serius, ada yang tetap berusaha memelihara brand, memberikan layanan purnajual,” kata Djunadi Satrio, Head of Marketing Sony Ericsson Indonesia. Walaupun kebanyakan di antara mereka hanya memasukkan begitu saja produk China tanpa memikirkan layanan selanjutnya.
Keadaan ini tentu tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, setidaknya akan sangat memengaruhi pasar bawah. Sementara di atas, ancaman datang dari beberapa vendor komputer yang juga sudah melahirkan ponsel pintar yang fenomenal, setelah iPhone dari Apple, kemudian disusul G1 (kelompok Google), dan tidak ketinggalan BlackBerry semakin menghebohkan.
No comments:
Post a Comment