Mengulang Sukses Ponsel TV
Asiafone, ponsel TV dengan layar putar AF102 (tengah), AF201 (kiri), dan AF101.
Ponsel TV sepertinya masih tetap menjadi andalan bagi ponsel-ponsel asal China dalam beberapa waktu mendatang meskipun ”tuner” atau penerima yang masih analog itu usianya terbatas. Pemerintah sudah mulai melakukan hitungan mundur untuk penghentian siaran TV analog hingga 10 tahun ke depan dan selanjutnya semua siaran akan dipancarkan secara digital.
Bisa jadi selama kurun waktu itu ponsel asal Cina masih memanfaatkannya sebagai fitur andalan untuk menerima siaran TV analog seperti yang ada sekarang. Tentu saja setelah 10 tahun penerima TV sudah tidak bisa digunakan lagi, tetapi untuk kurun waktu yang lama diperkirakan model dan tren juga sudah bergeser. Namun, perubahan itu memang harus terus-menerus disosialisasikan.
Masyarakat kebanyakan sangat sulit membedakan mana TV digital dan mana yang analog. Ponsel dalam mentransmisikan atau menerima sinyal memang sudah berbasis digital, tetapi tuner TV masih analog sekalipun layar LCD dan tombol-tombol pengoperasiannya sudah digital.
Ponsel dengan kemampuan menangkap siaran digital yang ada saat ini masih merupakan ponsel mahal, salah satunya dari Nokia, sebut saja yang terbaru adalah Nokia N95 dengan layar LCD 2,8 inci. Sebenarnya juga ponsel-ponsel dari Korea dan Jepang sudah memiliki tuner digital, seperti Sharp dalam waktu dekat akan segera meluncurkan produk ponselnya yang kebanyakan siap dengan tuner digital.
Apakah ponsel China nantinya juga akan membuat ponsel TV digital?
Bisa saja. Akan tetapi, format digital di China berbeda dengan format DVB-H yang diadopsi sistem digital di Indonesia. Tentu ini akan memberikan ongkos yang lebih mahal jika perusahaan OEM yang membawa harus menuruti standar yang berlaku di luar China.
Hal ini serupa dengan kasus 3G, di mana China menggunakan teknologi Time Division-Synchronous Code Division Multiple Access (TD-SCDMA) yang sangat khas China. Tentu saja tidak bisa begitu saja membawa ponsel 3G dari China ke Indonesia yang menggunakan teknologi W-CDMA atau mendatangkan ponsel TV digital China seperti mendatangkan ponsel China seperti sekarang.
Sebelum sistem berubah, para pembuat ponsel China masih bisa memanfaatkan masa transisi ini dengan ponsel TV yang murah meriah. Solusi ini sebelumnya didatangkan kelompok Samart dari Thailand yang membawa ponsel TV (analog) menjelang pesta Piala Dunia 2006.
Sukses besar ini rupanya tidak ditindaklanjuti sehingga secara cerdas ditangkap HiTech, vendor dengan brand lokal, setahun kemudian, termasuk kemudian seperti StarTech memadukan fitur terbaik dari China, dual SIM card dan layar TV. Sementara Samart baru akan datang kembali membawa ponsel TV melalui produk i-mobile TV 626 menjelang akhir tahun ini.
Ponsel TV
Kehadiran i-mobile TV memanfaatkan momentum cukup terlambat. Saat ini sudah banyak ponsel TV (analog) yang beredar, termasuk perusahaan baru seperti Asiafone yang dalam gebrakan menjelang Lebaran lalu sudah mengeluarkan enam model sekaligus.
”Kami, termasuk juga pimpinan kami, sangat yakin masih banyak peluang ponsel China di Indonesia ke depan sekalipun saat ini sudah banyak ponsel dari China yang masuk,” kata Andriyanto, GM Sale & Marketing Asiafone, dalam percakapan dengan Kompas beberapa waktu lalu.
Diperkirakan seleksi alam akan terjadi tahun depan, di mana perusahaan yang serius bisa berhasil melewati masa sulit dan meneruskan bisnisnya. Keseriusan tidak hanya menyediakan tempat layanan purnajual, tetapi juga upaya memelihara brand melalui berbagai cara, termasuk beriklan, dan bagian ini merupakan hal yang banyak memakan biaya.
Salah satu andalan dari Asiafone adalah ponsel TV AF102, bentuknya sangat mirip dengan ponsel TV i-mobile dua tahun lalu. Desain yang unik, yaitu dengan teknologi ”rotating screen on the flip cover” sangat menyerupai salah satu bentuk ponsel TV digital saat ini.
Dengan memutar bagian layar utama akan bisa menampilkan layar mendatar dengan aspec-ratio 16:9 dengan posisi badan utama ponsel tetap tegak. Tentu saja tampilan vertikal masih tetap bisa dilakukan, terutama ketika menggunakan ponsel berlayar lebar 2,8 inci ini saat berkomunikasi voice.
Memang ada kelemahan dengan format layar lebar mengingat semua stasiun TV analog saat ini masih memancarkan dengan format 4:3. Jika dipaksakan, tentu ini akan memberikan efek yang tidak normal, seperti gambar terkesan lebih tertekan menyempit atas-bawah atau agak gepeng.
Secara umum spesifikasi lainnya serupa dengan kebanyakan ponsel TV China, di mana salah satunya menggabungkan fitur kartu SIM ganda, dual-on GSM- GSM. Ponsel yang dikemas dalam fashion style ini memiliki kamera 1,3 MP, pemutar MP3 dan MP4, tuner radio FM, dan tentu saja akses ke jaringan masih GPRS.
Spesifikasi AF102 adalah jaringan dualband GSM (900/1800 MHz), memori eksternal berupa microSD (TransFlash) hingga 2 GB, konektivitas Bluetooth dan kabel data USB, polifonik, baterai Lithium Ion 1800 mAh berikut cadangannya, dan harganya sekitar Rp 2 juta.
Variasi lain ada pada AF101, layar sentuh lebih lebar (3 inci), tetapi bentuknya candybar yang tidak bisa diputar. Perbedaan pada ponsel ini bisa dual mode standby GSM-CDMA. Model lainnya adalah AF201, AF501, AF502, dan AF503.
Bisa jadi selama kurun waktu itu ponsel asal Cina masih memanfaatkannya sebagai fitur andalan untuk menerima siaran TV analog seperti yang ada sekarang. Tentu saja setelah 10 tahun penerima TV sudah tidak bisa digunakan lagi, tetapi untuk kurun waktu yang lama diperkirakan model dan tren juga sudah bergeser. Namun, perubahan itu memang harus terus-menerus disosialisasikan.
Masyarakat kebanyakan sangat sulit membedakan mana TV digital dan mana yang analog. Ponsel dalam mentransmisikan atau menerima sinyal memang sudah berbasis digital, tetapi tuner TV masih analog sekalipun layar LCD dan tombol-tombol pengoperasiannya sudah digital.
Ponsel dengan kemampuan menangkap siaran digital yang ada saat ini masih merupakan ponsel mahal, salah satunya dari Nokia, sebut saja yang terbaru adalah Nokia N95 dengan layar LCD 2,8 inci. Sebenarnya juga ponsel-ponsel dari Korea dan Jepang sudah memiliki tuner digital, seperti Sharp dalam waktu dekat akan segera meluncurkan produk ponselnya yang kebanyakan siap dengan tuner digital.
Apakah ponsel China nantinya juga akan membuat ponsel TV digital?
Bisa saja. Akan tetapi, format digital di China berbeda dengan format DVB-H yang diadopsi sistem digital di Indonesia. Tentu ini akan memberikan ongkos yang lebih mahal jika perusahaan OEM yang membawa harus menuruti standar yang berlaku di luar China.
Hal ini serupa dengan kasus 3G, di mana China menggunakan teknologi Time Division-Synchronous Code Division Multiple Access (TD-SCDMA) yang sangat khas China. Tentu saja tidak bisa begitu saja membawa ponsel 3G dari China ke Indonesia yang menggunakan teknologi W-CDMA atau mendatangkan ponsel TV digital China seperti mendatangkan ponsel China seperti sekarang.
Sebelum sistem berubah, para pembuat ponsel China masih bisa memanfaatkan masa transisi ini dengan ponsel TV yang murah meriah. Solusi ini sebelumnya didatangkan kelompok Samart dari Thailand yang membawa ponsel TV (analog) menjelang pesta Piala Dunia 2006.
Sukses besar ini rupanya tidak ditindaklanjuti sehingga secara cerdas ditangkap HiTech, vendor dengan brand lokal, setahun kemudian, termasuk kemudian seperti StarTech memadukan fitur terbaik dari China, dual SIM card dan layar TV. Sementara Samart baru akan datang kembali membawa ponsel TV melalui produk i-mobile TV 626 menjelang akhir tahun ini.
Ponsel TV
Kehadiran i-mobile TV memanfaatkan momentum cukup terlambat. Saat ini sudah banyak ponsel TV (analog) yang beredar, termasuk perusahaan baru seperti Asiafone yang dalam gebrakan menjelang Lebaran lalu sudah mengeluarkan enam model sekaligus.
”Kami, termasuk juga pimpinan kami, sangat yakin masih banyak peluang ponsel China di Indonesia ke depan sekalipun saat ini sudah banyak ponsel dari China yang masuk,” kata Andriyanto, GM Sale & Marketing Asiafone, dalam percakapan dengan Kompas beberapa waktu lalu.
Diperkirakan seleksi alam akan terjadi tahun depan, di mana perusahaan yang serius bisa berhasil melewati masa sulit dan meneruskan bisnisnya. Keseriusan tidak hanya menyediakan tempat layanan purnajual, tetapi juga upaya memelihara brand melalui berbagai cara, termasuk beriklan, dan bagian ini merupakan hal yang banyak memakan biaya.
Salah satu andalan dari Asiafone adalah ponsel TV AF102, bentuknya sangat mirip dengan ponsel TV i-mobile dua tahun lalu. Desain yang unik, yaitu dengan teknologi ”rotating screen on the flip cover” sangat menyerupai salah satu bentuk ponsel TV digital saat ini.
Dengan memutar bagian layar utama akan bisa menampilkan layar mendatar dengan aspec-ratio 16:9 dengan posisi badan utama ponsel tetap tegak. Tentu saja tampilan vertikal masih tetap bisa dilakukan, terutama ketika menggunakan ponsel berlayar lebar 2,8 inci ini saat berkomunikasi voice.
Memang ada kelemahan dengan format layar lebar mengingat semua stasiun TV analog saat ini masih memancarkan dengan format 4:3. Jika dipaksakan, tentu ini akan memberikan efek yang tidak normal, seperti gambar terkesan lebih tertekan menyempit atas-bawah atau agak gepeng.
Secara umum spesifikasi lainnya serupa dengan kebanyakan ponsel TV China, di mana salah satunya menggabungkan fitur kartu SIM ganda, dual-on GSM- GSM. Ponsel yang dikemas dalam fashion style ini memiliki kamera 1,3 MP, pemutar MP3 dan MP4, tuner radio FM, dan tentu saja akses ke jaringan masih GPRS.
Spesifikasi AF102 adalah jaringan dualband GSM (900/1800 MHz), memori eksternal berupa microSD (TransFlash) hingga 2 GB, konektivitas Bluetooth dan kabel data USB, polifonik, baterai Lithium Ion 1800 mAh berikut cadangannya, dan harganya sekitar Rp 2 juta.
Variasi lain ada pada AF101, layar sentuh lebih lebar (3 inci), tetapi bentuknya candybar yang tidak bisa diputar. Perbedaan pada ponsel ini bisa dual mode standby GSM-CDMA. Model lainnya adalah AF201, AF501, AF502, dan AF503.
1 comment:
Post a Comment