Wapres Republik Mimpi Lapor Polisi
Wapres Republik Mimpi Jarwo Kwat atau biasa di sebut JK bersama sejumlah pejabat di Republik Mimpi melapor ke Polda Metro Jaya, Sabtu (5/1) sekitar pukul 10.00 WIB. JK bersama rombongan tiba di Sentra Pelayanan Polda Metro Jaya.
JK melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Alex Tjocokroraharjo, salah satu kenalan lamanya. Apa yang dilakukan Wapres JK itu hanya sebagai balasan atas tindakan yang telah dilakukan Alex sebelumnya.
"Ini kasus lama, tahun 2006 lalu. Saat itu Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Parsi) diminta mengisi acara yang diselenggarakan PT Al Faath Productian dengan tajuk Kampoeng Bola," ujar Jarwo Kwat mengawali cerita.
Menurut keterangan JK, untuk mengisi acara tersebut Parsi mendapat bayaran Rp 200 juta. Namun honor tersebut oleh Penanggung jawab PT Al-Faath Production Rifqy Muhammad dibayar dalam bentuk cek Bank Mandiri No DN951823 atas nama Andar Jaya. Cek diberikan kepada Arie Syarif selaku penanggung jawab dari pihak Parsi. Rifqy memberikan cek dengan alasan tidak memiliki uang kontan.
Sehari kemudian, yakni pada 26 Juni 2006, Jarwo Kwat menukarkan cek tersebut kepada Alex Tjocokrorahajo dengan uang tunai Rp 190 juta. Penukaran tersebut juga dihadiri oleh Andar Jaya. Saat itu juga dibuat pernyataan bahwa Andar Jaya bertanggungjawab atas isi cek tersebut. "Andar juga memberikan uang tunai Rp 90 juta kepada Alex. Kesepakatan antara Andar dan Alex ditandatangani di atas meterai," katanya.
Tapi, proses tukar-menukar cek dengan uang kontan berbuntut panjang. Alex ternyata tidak bisa mencairkan cek tersebut. "Dalam kasus ini sebenarnya saya kan tidak tahu, apakah cek itu kosong atau tidak. Saya tidak pernah coba mencairkan. Saat itu Parsi butuh uang tunai segera. Maka kami tukarkan dengan uang tunai kepada Alex," ungkap JK.
Tapi setelah selang sekian lama kasus itu berlalu, tiba-tiba JK mendapat surat panggilan dan surat penetapan sebagai tersangka dari Polres Tangerang atas kasus penipuan terhadap Alex. Alex ternyata melaporkan Jarwo Kwat setelah melihatnya tenar sebagai Wapres Republik Mimpi.
Pengacara Firman Wijaya yang turut mendampingi pejabat Republik Mimpi menyatakan, penetapan Jarwo Kwat sebagai tersangka tidak adil. "Kasus itu bukan pidana, melainkan perdata. Antara Andar dan Alex sudah ada kesepakatan, dan Alex pun menerima uang Rp 90 juta dari Andar. Anehnya, mengapa fakta perdata ini tidak dilihat dalam pemeriksaan Jarwo sebelum ditetapkan sebagai tersangka," kata Firman.
Disamping itu, Firman pun melihat kejanggalan lain, yaitu tidak adanya pemeriksaan terhadap Andar selaku pihak yang mengeluar cek tersebut. Penasihat Republik Mimpi Effendi Ghazali melihat ada dimensi lain yang turut masuk dalam kasus pidana yang menimpa Wapres Jarwo Kwat. "Kami melihat ada motivasi yang mencoba untuk menjatuhkan Republik Mimpi. Dan Jarwo adalah pintu masuk yang terlemah," tandas dosen Fisip UI ini.
Untuk itu ia tidak bisa tinggal diam terhadap kasus yang menimpa Jarwo Kwat. "Ia harus mendapat perlindungan hukum dan dilakukan gelar perkara untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi," tegas Effendi Ghazali. Kepala Satuan Reskrim Polretro Tangerang, Ajun Komisaris Herdi Budi Susianto, Sabtu (5/1) mengatakan Jarwo sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Jarwo Kwat sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan anggota polisi," kata Budi.
Wapres Republik Mimpi Jarwo Kwat atau biasa di sebut JK bersama sejumlah pejabat di Republik Mimpi melapor ke Polda Metro Jaya, Sabtu (5/1) sekitar pukul 10.00 WIB. JK bersama rombongan tiba di Sentra Pelayanan Polda Metro Jaya.
JK melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Alex Tjocokroraharjo, salah satu kenalan lamanya. Apa yang dilakukan Wapres JK itu hanya sebagai balasan atas tindakan yang telah dilakukan Alex sebelumnya.
"Ini kasus lama, tahun 2006 lalu. Saat itu Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Parsi) diminta mengisi acara yang diselenggarakan PT Al Faath Productian dengan tajuk Kampoeng Bola," ujar Jarwo Kwat mengawali cerita.
Menurut keterangan JK, untuk mengisi acara tersebut Parsi mendapat bayaran Rp 200 juta. Namun honor tersebut oleh Penanggung jawab PT Al-Faath Production Rifqy Muhammad dibayar dalam bentuk cek Bank Mandiri No DN951823 atas nama Andar Jaya. Cek diberikan kepada Arie Syarif selaku penanggung jawab dari pihak Parsi. Rifqy memberikan cek dengan alasan tidak memiliki uang kontan.
Sehari kemudian, yakni pada 26 Juni 2006, Jarwo Kwat menukarkan cek tersebut kepada Alex Tjocokrorahajo dengan uang tunai Rp 190 juta. Penukaran tersebut juga dihadiri oleh Andar Jaya. Saat itu juga dibuat pernyataan bahwa Andar Jaya bertanggungjawab atas isi cek tersebut. "Andar juga memberikan uang tunai Rp 90 juta kepada Alex. Kesepakatan antara Andar dan Alex ditandatangani di atas meterai," katanya.
Tapi, proses tukar-menukar cek dengan uang kontan berbuntut panjang. Alex ternyata tidak bisa mencairkan cek tersebut. "Dalam kasus ini sebenarnya saya kan tidak tahu, apakah cek itu kosong atau tidak. Saya tidak pernah coba mencairkan. Saat itu Parsi butuh uang tunai segera. Maka kami tukarkan dengan uang tunai kepada Alex," ungkap JK.
Tapi setelah selang sekian lama kasus itu berlalu, tiba-tiba JK mendapat surat panggilan dan surat penetapan sebagai tersangka dari Polres Tangerang atas kasus penipuan terhadap Alex. Alex ternyata melaporkan Jarwo Kwat setelah melihatnya tenar sebagai Wapres Republik Mimpi.
Pengacara Firman Wijaya yang turut mendampingi pejabat Republik Mimpi menyatakan, penetapan Jarwo Kwat sebagai tersangka tidak adil. "Kasus itu bukan pidana, melainkan perdata. Antara Andar dan Alex sudah ada kesepakatan, dan Alex pun menerima uang Rp 90 juta dari Andar. Anehnya, mengapa fakta perdata ini tidak dilihat dalam pemeriksaan Jarwo sebelum ditetapkan sebagai tersangka," kata Firman.
Disamping itu, Firman pun melihat kejanggalan lain, yaitu tidak adanya pemeriksaan terhadap Andar selaku pihak yang mengeluar cek tersebut. Penasihat Republik Mimpi Effendi Ghazali melihat ada dimensi lain yang turut masuk dalam kasus pidana yang menimpa Wapres Jarwo Kwat. "Kami melihat ada motivasi yang mencoba untuk menjatuhkan Republik Mimpi. Dan Jarwo adalah pintu masuk yang terlemah," tandas dosen Fisip UI ini.
Untuk itu ia tidak bisa tinggal diam terhadap kasus yang menimpa Jarwo Kwat. "Ia harus mendapat perlindungan hukum dan dilakukan gelar perkara untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi," tegas Effendi Ghazali. Kepala Satuan Reskrim Polretro Tangerang, Ajun Komisaris Herdi Budi Susianto, Sabtu (5/1) mengatakan Jarwo sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Jarwo Kwat sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan anggota polisi," kata Budi.
===================================================================
Wapres 'Republik Mimpi' Melaporkan Pencemaran Nama Baik ke Polda Metro Jaya
Wapres Republik Mimpi Sujarwo alias Jarwo Kwat melapor ke Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (5/1). Bersama dengan kru Republik Mimpi lainnya, Effendi Ghazali, Megakarti, Habudi, Gus Pur, dan Suharta, Sujarwo melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Alex Tjocokroraharjo.
Sekitar pukul 10.00, rombongan Republik Mimpi tiba di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya, Jakarta. Dan selang 90 menit kemudian, Sujarwo pun menyelesaikan laporan tindak pidana tersebut.
Sujarwo menjelaskan pelaporan tindak pidana dilakukan karena Alex Tjocokroraharjo terlebih dahulu melaporkan dirinya ke Polres Tangerang, Tangerang. Dalam laporan tersebut, Jarwo dinyatakan telah menipu Alex. "Ini kasusnya sudah lama, tahun 2006," jelas Jarwo.
Pada 23 Juni 2006, Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Parsi) mengisi acara yang diselenggarakan PT Al-Faath Production yang bertajuk Kampoeng Bola. Acara tersebut direncanakan berlangsung pada 25 Juni 2006. Tawaran dari PT. Al-Faath Production pun diterima Sujarwo dan temannya dari Parsi.
Di saat itu juga, penanggung jawab PT Al-Faath Production Rifqy Muhammad memberikan cek Bank Mandiri No DN951823 atas nama Andar Jaya senilai Rp200 juta kepada Arie Syarif selaku penanggung jawab dari pihak Parsi. Cek tersebut diberikan karena Rifqy tidak memiliki uang kontan.
Pada 26 Juni 2006, Sujarwo menukarkan cek tersebut kepada Alex Tjocokrorahajo dengan uang tunai Rp190 juta. Penukaran tersebut juga dihadiri oleh Andar Jaya. Bersamaan dengan penukaran tersebut, Andar Jaya pun membuat kesepakatan dengan Alex. Kesepakatan itu memuat pernyataan, Andar bertanggung jawab atas nilai cek tersebut dan langsung membayar Rp90 juta kepada Alex.
Kesepakatan antara Andar dan Alex ditandatangani di atas meterai.
Tapi, proses tukar-menukar cek dengan uang kontan berbuntut panjang. Alex ternyata tidak bisa mencairkan cek tersebut.
"Pada dasarnya saya tidak tahu apakah cek itu kosong atau tidak. Saya tidak pernah coba cairkan cek itu ke bank," jelas Sujarwo.
Tiba-tiba, Sujarwo mendapat surat panggilan dan surat penetapan sebagai tersangka kasus penipuan terhadap Alex.
Menanggapi hal ini, pengacara Firman Wijaya yang turut mendampingi pejabat Republik Mimpi menyatakan penetapan Sujarwo sebagai tersangka tidak adil. "Kasus itu bukan pidana, melainkan perdata. Antara Andar dan Alex sudah ada kesepakatan, dan Alex pun menerima uang Rp90 juta dari Andar. Anehnya, mengapa fakta perdata ini tidak dilihat dalam pemeriksaan Jarwo sebelum ditetapkan sebagai tersangka," argumentasi Firman.
Disamping itu, Firman pun melihat kejanggalan lain. Kejanggalan itu berupa tidak adanya pemeriksaan terhadap Andar selaku pihak yang mengeluar cek tersebut.
Sedang penasihat Republik Mimpi Effendi Ghazali berpendapat ada dimensi lain yang turut masuk dalam kasus pidana yang melilit Wapres Jarwo Kwat. "Ada motivasi tertentu yang mungkin saja mencoba menjatuhkan Republik Mimpi. Dan Jarwo adalah pintu masuk yang terlemah," tandas dia.
Karena itu, Effendi Ghazali pun berpendapat, Jarwo harus mendapat perlindungan hukum dan dilakukan gelar perkara untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi.
Wapres Republik Mimpi Sujarwo alias Jarwo Kwat melapor ke Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (5/1). Bersama dengan kru Republik Mimpi lainnya, Effendi Ghazali, Megakarti, Habudi, Gus Pur, dan Suharta, Sujarwo melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Alex Tjocokroraharjo.
Sekitar pukul 10.00, rombongan Republik Mimpi tiba di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya, Jakarta. Dan selang 90 menit kemudian, Sujarwo pun menyelesaikan laporan tindak pidana tersebut.
Sujarwo menjelaskan pelaporan tindak pidana dilakukan karena Alex Tjocokroraharjo terlebih dahulu melaporkan dirinya ke Polres Tangerang, Tangerang. Dalam laporan tersebut, Jarwo dinyatakan telah menipu Alex. "Ini kasusnya sudah lama, tahun 2006," jelas Jarwo.
Pada 23 Juni 2006, Persatuan Seniman Komedi Indonesia (Parsi) mengisi acara yang diselenggarakan PT Al-Faath Production yang bertajuk Kampoeng Bola. Acara tersebut direncanakan berlangsung pada 25 Juni 2006. Tawaran dari PT. Al-Faath Production pun diterima Sujarwo dan temannya dari Parsi.
Di saat itu juga, penanggung jawab PT Al-Faath Production Rifqy Muhammad memberikan cek Bank Mandiri No DN951823 atas nama Andar Jaya senilai Rp200 juta kepada Arie Syarif selaku penanggung jawab dari pihak Parsi. Cek tersebut diberikan karena Rifqy tidak memiliki uang kontan.
Pada 26 Juni 2006, Sujarwo menukarkan cek tersebut kepada Alex Tjocokrorahajo dengan uang tunai Rp190 juta. Penukaran tersebut juga dihadiri oleh Andar Jaya. Bersamaan dengan penukaran tersebut, Andar Jaya pun membuat kesepakatan dengan Alex. Kesepakatan itu memuat pernyataan, Andar bertanggung jawab atas nilai cek tersebut dan langsung membayar Rp90 juta kepada Alex.
Kesepakatan antara Andar dan Alex ditandatangani di atas meterai.
Tapi, proses tukar-menukar cek dengan uang kontan berbuntut panjang. Alex ternyata tidak bisa mencairkan cek tersebut.
"Pada dasarnya saya tidak tahu apakah cek itu kosong atau tidak. Saya tidak pernah coba cairkan cek itu ke bank," jelas Sujarwo.
Tiba-tiba, Sujarwo mendapat surat panggilan dan surat penetapan sebagai tersangka kasus penipuan terhadap Alex.
Menanggapi hal ini, pengacara Firman Wijaya yang turut mendampingi pejabat Republik Mimpi menyatakan penetapan Sujarwo sebagai tersangka tidak adil. "Kasus itu bukan pidana, melainkan perdata. Antara Andar dan Alex sudah ada kesepakatan, dan Alex pun menerima uang Rp90 juta dari Andar. Anehnya, mengapa fakta perdata ini tidak dilihat dalam pemeriksaan Jarwo sebelum ditetapkan sebagai tersangka," argumentasi Firman.
Disamping itu, Firman pun melihat kejanggalan lain. Kejanggalan itu berupa tidak adanya pemeriksaan terhadap Andar selaku pihak yang mengeluar cek tersebut.
Sedang penasihat Republik Mimpi Effendi Ghazali berpendapat ada dimensi lain yang turut masuk dalam kasus pidana yang melilit Wapres Jarwo Kwat. "Ada motivasi tertentu yang mungkin saja mencoba menjatuhkan Republik Mimpi. Dan Jarwo adalah pintu masuk yang terlemah," tandas dia.
Karena itu, Effendi Ghazali pun berpendapat, Jarwo harus mendapat perlindungan hukum dan dilakukan gelar perkara untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi.
===================================================================
Didampingi Kuasa Hukum dan "Para Pejabat"
Wapres "Republik Mimpi" Laporkan Balik AC
Sujarwo yang lebih dikenal sebagai Wakil Presiden (Wapres) Republik Mimpi JK alias Jarwo Kwat, Sabtu (5/1) siang mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan balik AC yang telah menuduhnya sebagai tersangka kasus penipuan.
Sebelumnya Jarwo Kuwat diberitakan sebagai pihak yang disangka terlibat kasus penipuan melalui cek kosong senilai Rp 200 juta. Bahkan polisi telah menetapkannya sebagai tersangka. "Jarwo Kwat sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan polisi," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Tangerang Ajun Komisaris Herdi Budi Susianto, Sabtu (5/1).
Didampingi tujuh pengacara, antara lain, Firman Wijaya SH MH dan "para pejabat" Republik Mimpi, Sujarwo melaporkan balik AC dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Alasannya AC sudah memiliki perjanjian yang bersifat perdata dengan si pembuka cek kosong bahkan pihak terakhir sudah mengangsur Rp 90 juta.
Sementara itu Effendi Gazali, penggagas acara News.com yang menampilkan kisah serial tentang Republik Mimpi di Stasiun Metro TV, yang mengaku terheran-heran atas kasus ini mengatakan, pihaknya juga sedang menyiapkan permohonan perlindungan hukum atas kasus perdata yang dipidanakan ini.
"Saya sedang bingung apakah ini pintu masuk secara politis untuk merubuhkan Republik Mimpi dengan mencari-cari siapa yang bisa dibidik walau laporannya sangat tidak masuk akal untuk dijadikan pidana," ujarnya ketika dihubungi KCM, Sabtu petang.
Sementara itu Manajemen Republik Mimpi, PaSKI (Persatuan Seniman Komedi Indonesia), Sujarwo dan Kuasa Hukum dalam siaran persnya justru mempertanyakan siapakah AC yang telah melaporkan Jarwo Kwat ke Polrestro Tangerang sehingga posisinya menjadi tersangka.
"Mengapa dia ngotot mengejar terus Jarwo Kwat dan tidak membuat laporan polisi untuk mengejar pembuka cek kosong yang juga sudah mengatakan kepada AC bahwa dia sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pembayaran (kembali) cek kosong tersebut?" demikian pertanyaan mereka.
Para pendukung Jarwo Kwat juga mempertanyakan, apakah dalam proses laporan polisi dari AC, pihak penyidik di Polrestro Tangerang tidak pernah melihat sama sekali sisi perdata dari perkara ini. Yakni sudah terjadi pengalihan tanggung jawab dan hubungan hukum ke AJ dan AC dan bahwa AJ sudah membayarkan uang sebesar Rp 90 juta kepada AC. "Kenapa AJ tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka?" ujar mereka.
Sujarwo dan para pendukungnya juga mempertanyakan, mengapa AC bersama Polres Tangerang begitu ngotot mengejar Jarwo Kwat dengan mengesampingkan semua fakta hukum di atas.
"Adakah motivasi politis tertentu untuk mencari-cari persoalan guna menjatuhkan Republik Mimpi sebagai tayangan yang kritis-menghibur, dan untuk itu posisi Jarwo Kwat yang sangat strategis sebagai ’Wapres’ dijadikan sebagai pintu masuk?"
Pihak Keluarga Besar Republik Mimpi percaya bahwa masih banyak polisi yang baik dan karenanya tidak semua polisi melakukan kesalahan. Bahkan Effendi Gazali yang juga dosen Komunikasi Politik Universitas Indonesia dan salah seorang pengajar Selapa Polri yang mengajarkan melihat mulai tumbuhnya Paradigma Baru di Polri.
"Namun di tengah paparan hasil survei TI bahwa institusi yang paling korup di Indonesia adalah kepolisian, maka untuk kasus seperti ini perlu dimohon serta diklarifikasi soal perlindungan hukum untuk korban. Dalam hal ini adalah Jarwo Kwat. Hal lain yang perlu dikalrifikasi adalah gelar perkara sehingga publik dapat mengetahui apakah pemrosesan perkara ini memang telah dijalankan aparat sebagaimana mestinya," tegas mereka.
Sujarwo yang lebih dikenal sebagai Wakil Presiden (Wapres) Republik Mimpi JK alias Jarwo Kwat, Sabtu (5/1) siang mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan balik AC yang telah menuduhnya sebagai tersangka kasus penipuan.
Sebelumnya Jarwo Kuwat diberitakan sebagai pihak yang disangka terlibat kasus penipuan melalui cek kosong senilai Rp 200 juta. Bahkan polisi telah menetapkannya sebagai tersangka. "Jarwo Kwat sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan polisi," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Tangerang Ajun Komisaris Herdi Budi Susianto, Sabtu (5/1).
Didampingi tujuh pengacara, antara lain, Firman Wijaya SH MH dan "para pejabat" Republik Mimpi, Sujarwo melaporkan balik AC dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Alasannya AC sudah memiliki perjanjian yang bersifat perdata dengan si pembuka cek kosong bahkan pihak terakhir sudah mengangsur Rp 90 juta.
Sementara itu Effendi Gazali, penggagas acara News.com yang menampilkan kisah serial tentang Republik Mimpi di Stasiun Metro TV, yang mengaku terheran-heran atas kasus ini mengatakan, pihaknya juga sedang menyiapkan permohonan perlindungan hukum atas kasus perdata yang dipidanakan ini.
"Saya sedang bingung apakah ini pintu masuk secara politis untuk merubuhkan Republik Mimpi dengan mencari-cari siapa yang bisa dibidik walau laporannya sangat tidak masuk akal untuk dijadikan pidana," ujarnya ketika dihubungi KCM, Sabtu petang.
Sementara itu Manajemen Republik Mimpi, PaSKI (Persatuan Seniman Komedi Indonesia), Sujarwo dan Kuasa Hukum dalam siaran persnya justru mempertanyakan siapakah AC yang telah melaporkan Jarwo Kwat ke Polrestro Tangerang sehingga posisinya menjadi tersangka.
"Mengapa dia ngotot mengejar terus Jarwo Kwat dan tidak membuat laporan polisi untuk mengejar pembuka cek kosong yang juga sudah mengatakan kepada AC bahwa dia sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pembayaran (kembali) cek kosong tersebut?" demikian pertanyaan mereka.
Para pendukung Jarwo Kwat juga mempertanyakan, apakah dalam proses laporan polisi dari AC, pihak penyidik di Polrestro Tangerang tidak pernah melihat sama sekali sisi perdata dari perkara ini. Yakni sudah terjadi pengalihan tanggung jawab dan hubungan hukum ke AJ dan AC dan bahwa AJ sudah membayarkan uang sebesar Rp 90 juta kepada AC. "Kenapa AJ tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka?" ujar mereka.
Sujarwo dan para pendukungnya juga mempertanyakan, mengapa AC bersama Polres Tangerang begitu ngotot mengejar Jarwo Kwat dengan mengesampingkan semua fakta hukum di atas.
"Adakah motivasi politis tertentu untuk mencari-cari persoalan guna menjatuhkan Republik Mimpi sebagai tayangan yang kritis-menghibur, dan untuk itu posisi Jarwo Kwat yang sangat strategis sebagai ’Wapres’ dijadikan sebagai pintu masuk?"
Pihak Keluarga Besar Republik Mimpi percaya bahwa masih banyak polisi yang baik dan karenanya tidak semua polisi melakukan kesalahan. Bahkan Effendi Gazali yang juga dosen Komunikasi Politik Universitas Indonesia dan salah seorang pengajar Selapa Polri yang mengajarkan melihat mulai tumbuhnya Paradigma Baru di Polri.
"Namun di tengah paparan hasil survei TI bahwa institusi yang paling korup di Indonesia adalah kepolisian, maka untuk kasus seperti ini perlu dimohon serta diklarifikasi soal perlindungan hukum untuk korban. Dalam hal ini adalah Jarwo Kwat. Hal lain yang perlu dikalrifikasi adalah gelar perkara sehingga publik dapat mengetahui apakah pemrosesan perkara ini memang telah dijalankan aparat sebagaimana mestinya," tegas mereka.
No comments:
Post a Comment