Tuesday, October 28, 2008

Berani Buang Sampah di Depan Saya?

Berani Buang Sampah di Depan Saya?
Sudah lumrah jika Anda melihat gunungan sampah di tepi jalan raya meski di area itu sudah terpampang peringatan "DILARANG BUANG SAMPAH DI SINI". Sebab bagi sebagian orang di negeri ini, kalimat tersebut justru berarti, "Ini tempat sampah, silahkan buang di sini".

Pernah lihat seseorang dari dalam mobil mewah membuang sampah ke luar jendela? Saya pernah, tapi dugaan saya yang membuang sampah itu mungkin bukan pemilik mobil itu, boleh jadi ia tengah menumpang di mobil temannya, atasannya atau majikannya. Tetapi kalau pun yang buang sampah ke luar jendela mobil itu justru si pemilik kendaraan itu, egois juga dia. Ingin mobilnya bersih dari sampah, tetapi tak peduli jalan raya penuh sampah. Bukankah di dalam mobilnya ada tempat sampah?

Sampah berserakan di tempat dan fasilitas umum pun sudah menjadi pemandangan biasa. Saking biasanya, para pengguna fasilitas itu pun seperti sudah tak peduli lagi, bahkan tak terganggu dengan sampah-sampah di sekitarnya. Coba lihat, mulai dari jalan raya, taman bermain, angkutan umum seperti bis kota dan kereta api, sekolah, sampai rumah sakit dan sarana ibadah pun seolah berfungsi sebagai tempat pembuangan akhir. Padahal rumah sakit seharusnya terbebas dari sumber penyakit, begitu pula dengan sarana ibadah yang identik dengan kesucian.

Bukan karena di lokasi tersebut tidak tersedia tempat sampah, bahkan ada di setiap sudut ruangan. Hanya saja si pembuang sampah ini malas mengangkat kakinya untuk beranjak ke tempat sampah. Yang terjadi sampah berserakan di mana-mana. Kalau pun ada yang berusaha membuang ke tempat sampah, namun seringkali luput dari sasaran alias tercecer di seputar tempat sampahnya.

Bukan pula karena petugas kebersihan malas menyapu jalan dan fasilitas umum itu. Tahukah bahwa setiap dini hari ketika kita masih terlelap mereka sudah berjibaku dengan sampah-sampah malam sisa aktivitas kita? Mereka juga tidak malas keliling kota mengangkut sampah-sampah dan mengantarkannya ke tempat pembuangan akhir. Yang pasti, perbandingan jumlah pembuang dan pemungut sampah bagai langit dan bumi.

Jika sampah-sampah menggunung di sekitar tempat kita beraktivitas, apakah itu rumah tinggal, kantor, atau sekolah anak-anak, jangan bertanya, "kemana sih petugas kebersihan?" jangan pula menggerutu, "tukang sampah malas". Kalau saja petugas kebersihan mendengar gerutuan Anda itu, mungkin ia akan bertanya balik, "Anda selalu membuang sampah di tempatnya?"

Oke, anggap saja Anda sudah benar-benar terbiasa membuang sampah di tempat yang semestinya. Tidak hanya itu, Anda pun sudah mampu memilah sampah dari sampah organik dan non organik atau sampah kering dan basah. Tapi saat ini ternyata tidak cukup hanya berbuat sendirian, sebab yang harus kita lakukan adalah mengajak orang lain untuk sama-sama menjaga kebersihan.

Peringatan bertuliskan, "DILARANG BUANG SAMPAH SEMBARANGAN" atau "JAGALAH KEBERSIHAN" sudah tidak digubris. Sebagian orang di negeri ini sudah tidak punya rasa malu membuang sampah seenak hatinya. Sekarang cobalah lebih proaktif dengan menegur secara halus mereka yang ketahuan di depan mata kita membuang sampah seenaknya. Semestinya bukan kita yang malu menegur mereka. Yakinlah, biasanya orang akan merasa malu ketika ditegur saat membuang sampah di sembarang tempat.

Sekadar ajakan sederhana, untuk mulai berani menegur siapapun yang membuang sampah sembarangan di depan kita. Bayangkan, jika setiap orang tidak hanya memiliki kesadaran menjaga kebersihan, melainkan juga mengajak orang lain turut menjaganya. Bukan perkara mudah memang, perlu kesiapan mental, komitmen dan kesungguhan untuk bisa melakukannya. Langkah ini dimulai dari rumah sendiri, terhadap keluarga sendiri.

Jika rutin dan terus menerus menjaga komitmen ini, orang yang mengenal Anda akan malu membuang sampah sembarangan, sebab tampang perang Anda seolah mengatakan, "berani buang sampah di depan saya?" Jika belum sadar juga, mungkin nanti baru sadar kalau banjir sudah menerjang.

No comments: