Merger Niaga dan Lippo
Rasionalisasi Karyawan Bakal Terjadi Pascamerger
Jakarta, Kompas - Khazanah Nasional Berhad, perusahaan investasi asal Malaysia, memutuskan untuk menjajaki merger dua bank yang dikendalikannya, yakni PT Bank Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk. Keputusan tersebut merupakan respons atas kebijakan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal.
Kebijakan kepemilikan tunggal atau single presence policy (SPP) melarang satu pihak menjadi pemegang saham pengendali pada lebih satu bank. Demikian siaran pers yang diterima dari manajemen Bank Niaga dan Bank Lippo, Kamis (27/12) di Jakarta.
Sebelumnya, perusahaan investasi asal Singapura, Temasek Holding, juga menyatakan kesiapannya untuk menggabungkan dua bank yang dikuasainya, yaitu Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia (BII).
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan, pihaknya menerima surat mengenai rencana Khazanah tersebut, Kamis kemarin.
Wakil Presiden Direktur Bank Niaga James Rompas menjelaskan, sebelum memulai proses merger, kedua bank akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk mengetahui manfaat merger di antara mereka.
Evaluasi meliputi aspek hukum, perpajakan, operasional, dan keuangan. Jika hasil evaluasi dinilai tidak menguntungkan, rencana merger bisa dibatalkan.
Selanjutnya Khazanah akan segera menyampaikan alternatif rencana aksi yang bisa ditempuh guna memenuhi peraturan BI.
Sebelumnya, Temasek mengajukan dua syarat untuk merger, yaitu keringanan pajak dan izin uji tuntas terhadap Bank Danamon dan BII.
BI dan perbankan telah mengusulkan keringanan pajak merger kepada Ditjen Pajak. Salah satunya adalah keringanan pajak penghasilan atas capital gain yang diperoleh dari penjualan bank dengan nilai pasar.
Jakarta, Kompas - Khazanah Nasional Berhad, perusahaan investasi asal Malaysia, memutuskan untuk menjajaki merger dua bank yang dikendalikannya, yakni PT Bank Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk. Keputusan tersebut merupakan respons atas kebijakan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal.
Kebijakan kepemilikan tunggal atau single presence policy (SPP) melarang satu pihak menjadi pemegang saham pengendali pada lebih satu bank. Demikian siaran pers yang diterima dari manajemen Bank Niaga dan Bank Lippo, Kamis (27/12) di Jakarta.
Sebelumnya, perusahaan investasi asal Singapura, Temasek Holding, juga menyatakan kesiapannya untuk menggabungkan dua bank yang dikuasainya, yaitu Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia (BII).
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan, pihaknya menerima surat mengenai rencana Khazanah tersebut, Kamis kemarin.
Wakil Presiden Direktur Bank Niaga James Rompas menjelaskan, sebelum memulai proses merger, kedua bank akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk mengetahui manfaat merger di antara mereka.
Evaluasi meliputi aspek hukum, perpajakan, operasional, dan keuangan. Jika hasil evaluasi dinilai tidak menguntungkan, rencana merger bisa dibatalkan.
Selanjutnya Khazanah akan segera menyampaikan alternatif rencana aksi yang bisa ditempuh guna memenuhi peraturan BI.
Sebelumnya, Temasek mengajukan dua syarat untuk merger, yaitu keringanan pajak dan izin uji tuntas terhadap Bank Danamon dan BII.
BI dan perbankan telah mengusulkan keringanan pajak merger kepada Ditjen Pajak. Salah satunya adalah keringanan pajak penghasilan atas capital gain yang diperoleh dari penjualan bank dengan nilai pasar.
Ditjen Pajak belum putuskan
Diusulkan agar tarif pajak penghasilan (PPh) dari capital gain tersebut diturunkan dari 30 persen menjadi 5 persen.
Pihak yang ingin melakukan merger keberatan dengan tarif PPh yang berlaku sekarang. Pasalnya, nilai pasar bank saat ini rata-rata mencapai 3,5 kali nilai buku. Artinya, capital gain yang dihasilkan mencapai 2,5 kali nilai buku sehingga pajak yang harus dibayar cukup besar.
Hingga kini Ditjen pajak belum memberi kepastian apakah akan memberi keringanan atau tidak.
Selain masalah pajak, rasionalisasi karyawan juga menjadi isu krusial dalam proses merger. Pengurangan karyawan sulit dihindari karena biasanya ada penutupan kantor-kantor cabang yang berdekatan.
Pengamat perbankan Iman Sugema mengatakan, pengurangan karyawan biasanya terjadi satu sampai dua tahun setelah merger. "Pengurangan karyawan dilakukan secara halus seperti dengan program pensiun dini. Karyawan juga ditawari pesangon," katanya.
Namun, lanjut Iman, pengurangan karyawan seharusnya menjadi pilihan terakhir. Jika bisa melakukan ekspansi lebih cepat, termasuk dalam pembukaan cabang, bank yang melakukan merger tidak perlu mengurangi karyawannya.
Jika Bank Niaga dan Bank Lippo jadi merger, akan terbentuk bank ritel yang kuat dengan total aset sekitar Rp 85,1 triliun
Dalam peta perbankan saat ini, Bank Niaga dan Bank Lippo masing-masing menduduki peringkat bank terbesar ketujuh dan kesepuluh dari segi aset. Jika kedua bank tersebut digabung, nantinya akan menduduki peringkat enam besar di bawah bank hasil merger Danamon dan BII.
Diusulkan agar tarif pajak penghasilan (PPh) dari capital gain tersebut diturunkan dari 30 persen menjadi 5 persen.
Pihak yang ingin melakukan merger keberatan dengan tarif PPh yang berlaku sekarang. Pasalnya, nilai pasar bank saat ini rata-rata mencapai 3,5 kali nilai buku. Artinya, capital gain yang dihasilkan mencapai 2,5 kali nilai buku sehingga pajak yang harus dibayar cukup besar.
Hingga kini Ditjen pajak belum memberi kepastian apakah akan memberi keringanan atau tidak.
Selain masalah pajak, rasionalisasi karyawan juga menjadi isu krusial dalam proses merger. Pengurangan karyawan sulit dihindari karena biasanya ada penutupan kantor-kantor cabang yang berdekatan.
Pengamat perbankan Iman Sugema mengatakan, pengurangan karyawan biasanya terjadi satu sampai dua tahun setelah merger. "Pengurangan karyawan dilakukan secara halus seperti dengan program pensiun dini. Karyawan juga ditawari pesangon," katanya.
Namun, lanjut Iman, pengurangan karyawan seharusnya menjadi pilihan terakhir. Jika bisa melakukan ekspansi lebih cepat, termasuk dalam pembukaan cabang, bank yang melakukan merger tidak perlu mengurangi karyawannya.
Jika Bank Niaga dan Bank Lippo jadi merger, akan terbentuk bank ritel yang kuat dengan total aset sekitar Rp 85,1 triliun
Dalam peta perbankan saat ini, Bank Niaga dan Bank Lippo masing-masing menduduki peringkat bank terbesar ketujuh dan kesepuluh dari segi aset. Jika kedua bank tersebut digabung, nantinya akan menduduki peringkat enam besar di bawah bank hasil merger Danamon dan BII.
No comments:
Post a Comment