Analisi politik, dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof A Chaniago, mengatakan Logika untuk persyaratan calon perorangan (independen) harus memperoleh 15 persen suara adalah menyesatkan. "Ini hanyalah bagian dari upaya orang partai untuk menghalangi calon perorangan ikut bertarung di Pilkada," katanya, di Depok, Minggu. Hal tersebut dikatakan Andrinof menanggapi pemberitaan di media massa, yang mengusulkan calon independen harus mendapat 15 persen suara untuk ikut Pilkada. Peneliti senior di The Habibie Center itu mengatakan, mencari formula yang tepat dan logis untuk syarat calon perorangan memang tidak mudah. Tetapi, persyaratan yang jelas-jelas tidak logis tentu harus dikesampingkan. Ia mengatakan sebaiknya kita jangan terjebak wacana syarat calon perorangan yang gencar diangkat anggota DPR dan elit partai. "Kita harus nilai dengan kritis logika yang digunakan," tegasnya.
Angka 15 persen untuk syarat pengajuan oleh partai karena melihat yang bekerja adalah institusiMenurut dia, menyamakan sumberdaya dan energi perorangan dgn institusi adalah tidak fair dan pada dasarnya tidak logis. Adalah mengada-ada kalau perorangan dibebani syarat pendukung setara dengan 15 persen suara sah pada pemilu atau pilkada di suatu daerah. Lebih lanjut dosen ekonomi-politik di FISIP-UI, ini mengatakan kalau dibanding dengan praktek yang berlaku di negara-negara lain, usul syarat 15 persen suara itu jelas sangat aneh. Ia mencontohkan di Amerika Serikat, syarat dukungan suara untuk calon independen Guburnur Negara Bagian antara 1 persen hingga 3 persen dari total suara sah pada pilgub sebelumnya. Sedangkan pada negara bagian yg tdk menggunakan ukuran persentase, tapi jumlah absolut dukungan, jumlahnya hanya antara 5 ribu hingga 40 ribu suara. Kebanyakan adalah 10 ribu suara. Jadi, lanjut Andrinof yang patut ditanyakan dari usulan syarat 15 persen suara untuk calon independen dari anggota DPR dan elit partai itu adalah niat mereka. "Apakah targetnya ingin menghalangi lolosnya calon independen? Tampaknya memang itu," demikina Andrinof.(*)
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir mengatakan syarat dukungan bagi calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah idealnya lima persen.
"Saya mengusulkan maksimal lima persen. Kalau sampai 15 persen, itu berat bagi calon perseorangan," katanya, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan syarat dukungan sebanyak 15 persen, seperti yang sedang diwacanakan saat ini, akan sangat membebani calon perseorangan. "Calon perseorangan harus mencari sendiri dukungan untuk dirinya. Ini berbeda dari calon yang didukung oleh partai," katanya.
Terkait dengan aturan mengenai calon perseorangan, Soetrisno mengatakan DPR harus menepati janjinya untuk segera menyelesaikannya. Jika telah ada kepastian bahwa aturan tentang calon independen tersebut disahkan dan diberlakukan secepatnya, maka tidak masalah jika sejumlah daerah di Indonesia memilih untuk menunda pemilihan kepala daerah mereka untuk memberikan kesempatan kepada calon perseorangan, katanya.
"Kalau bisa, selesai pada Januari. Kalau sebelum Januari ada calon perseorangan dari daerah yang ingin maju ikut pilkada maka bisa juga pemilihan diundur. Tetapi harus ada kesepakatan sebelumnya," katanya.
Menurut dia, pengunduran pelaksanaan pemilihan kepala daerah agar calon perseorangan dapat maju tidak akan mengganggu stabilitas pemerintahan di daerah itu bila memang telah disepakati.
"Justru akan timbul gejolak kalau aturan tentang calon perseorangan tidak jelas kapan akan dibuat. Sehingga timbul pertanyaan dari berbagai pihak, apa benar calon perseorangan bisa maju. Kalau tidak diundur ditambah dengan aturan yang tidak jelas, maka potensi timbul gejolak," katanya.(*)
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan calon perseorangan yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) minimal mendapat dukungan awal 5-10 persen dari jumlah penduduk.
Presiden PKS Tiffatul Sembiring di Universitas Diponegoro Semarang, Selasa, mengatakan, persentase dukungan 5-10 persen itu cukup adil sebab jika terlalu rendah, akan ditolak DPR, namun jika terlalu tinggi akan memberatkan orang yang ingin maju dalam pilkada melalui jalur perseorangan.
Jika persentase dukungannya disamakan seperti partai politik, yakni minimal 15 persen, itu akan memberatkan calon perseorangan, kata dia.
Menurut dia, besaran persentase dukungan minimal untuk calon perseorangan perlu didiskusikan secara pas, agar diperoleh angka yang tidak terlalu memberatkan, tetapi juga tidak terlalu ringan.
Ia menegaskan, PKS tidak takut munculnya calon perseorangan dalam pilkada karena partai kader berbasis massa Islam ini memiliki segmen pemilih sendiri.
Di tempat sama, fungsionaris DPP Partai Golkar Ferry Mursidan Baldan mengatakan, pihaknya mengusulkan, agar calon perseorangan mengumpulkan dukungan minimal 15 persen dari jumlah penduduk.
Dalam Undang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan, partai politik atau gabungan partai politik bisa mengajukan calon kepala daerah bila memiliki perolehan suara minimal 15 persen pada pemilu.
Karena itu, menurut mantan Ketua Umum PB HMI itu, calon perseorangan juga harus mendapatkan dukungan awal minimal 15 persen dari jumlah penduduk.
Angka 15 persen tidak terlalu memberatkan calon perseorangan karena dukungan masyarakat terhadap calon nonpartai, cukup besar, kata Ferry yang bersama Tiffatul Sembiring menjadi narasumber dalam seminar "Revitalisasi Parpol" di Undip.
Menurut dia, karena UU Pemda mensyaratkan perolehan suara parpol yang ingin mencalonkan kepala daerah minimal 15 persen, maka tidak adil jika batasan dukungan minimal calon perseorangan dibedakan dengan syarat parpol.
Ferry pada saat itu juga menilai penyebutan calon perseorangan sebagai calon independen kurang tepat, sebab dalam konteks kekuasaan, calon independen sebetulnya juga mempunyai berbagai kepentingan. (*)
Jakarta: Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo mengungkapkan syarat minimal dukungan calon perseorangan yang diperdebatkan dalam revisi terbatas Undang-undang Pemerintah Daerah berkisar pada 3-15 persen dari jumlah pemilih. "Kalau mau prosentase tinggi harus berdasarkan jumlah pemilih, bukan penduduk wilayah setempat karena tidak semua penduduk memiliki hak pilih," ujarnya ketika dihubungi Tempo, Ahad. Angka tiga persen mengacu pada calon perseorangan yang ada dalam pemilihan kepala daerah di Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan 15 persen merupakan syarat minimal dukungan untuk calon kepala daerah yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik. Data pemilih yang digunakan mengacu pada data Badan Pusat Statistik. Untuk itu, BPS perlu melakukan pembaruan data menjelang pilkada. "Syarat yang harus diatur juga, calon independen harus didukung atau mencari dukungan," ujar Ketua Panitia Khusus pembahas Rancangan Undang-undang Partai Politik itu. Bentuk dukungan terhadap calon perseorangan pun harus diperjelas. Revisi nantinya mengatur soal dukungan berbentuk tanda tangan, kartu identitas, dan atau surat pernyataan bermeterai. "Untuk menghindari pembohongan," katanya. Selain itu, dia melanjutkan, perlu ditetapkan dukungan tersebut perlu diverifikasi atau tidak. Dia mencontohkan pelaksanaan verifikasi dalam pilkada di NAD tidak mudah.
Partai Demokrat (PD) berupaya agar syarat dukungan minimal bagi calon independen alias perseorangan untuk running pilkada adalah 7,5 persen dari total pemilih daerah bersangkutan. Upaya itu diperjuangkan melalui proses revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Menurut Ketua Bidang Politik DPP PD Anas Urbaningrum, angka minimal 7,5 persen tersebut paling adil. Alasannya, dalam amar putusan Mahkamah Konsitusi (MK), yang mengizinkan calon independen, disebutkan bahwa calon perseorangan sepadan dengan calon parpol.
“Persyaratan parpol adalah 15 persen. Tapi itu terlalu berat. Jadi, kami ambil separohnya, yang kami yakini cukup adil,” kata Anas di sela Muscab PD Jombang, Rabu (29/8).
Mantan ketua umum PB HMI ini menambahkan, syarat minimal dukungan tidak boleh terlalu ringan tetapi juga jangan terlalu berat. Kalau terlalu ringan, misalnya tiga persen, akan mengakibatkan banyak calon independen maju. “Ini akan menjadi persoalan juga, karena membebani kerja KPU yang sudah berat. Akibatnya, bisa juga berdampak memerosotkan kualitas pilkada,” kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu. Sebaliknya, jika terlalu berat, imbuh Anas, dikhawatirkan ada kecurigaan kepada parpol. “Parpol bisa dituding kurang ikhlas dengan munculnya calon independen,” katanya.
Secara terpisah, Mensesneg Hatta Rajasa seperti dilansir Antara di Tokyo mengemukakan, pemerintah dan DPR sepakat agar persoalan mengenai calon independen bisa tuntas pada akhir 2007. Sehingga, pada pilkada 2008 sudah dapat diterapkan. Mantan sekjen DPP PAN itu mengatakan, persoalan pokok yang dibahas adalah syarat pengajuan calon independen. "Kalau calon dari parpol kan 15 persen, sedangkan untuk calon perseorangan belum selesai hitungannya," kata Hatta saat bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di Tokyo.
Menurutku lebih baik 10%, kalau 15% tidak adil dan sangat memberatkan, kalau 3-5% tidak adil dan menguntungkan calon Independen/Perseorangan.
No comments:
Post a Comment