Rakyat Sudah Jenuh dengan Perilaku Negatif Polisi
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Sutanto menyatakan sepakat dengan usulan untuk memublikasikan kepada masyarakat tentang polisi yang berperilaku negatif dan merugikan rakyat. Menurut Sutanto, dalam reformasi Polri, yang paling sulit adalah perubahan kultural.
Publikasi polisi nakal tersebut didesak anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat kerja, Senin (17/9). Hal itu menyusul maraknya keluhan tentang perilaku negatif polisi yang mengganggu dan merugikan publik di berbagai daerah. Kondisi tersebut jauh dari jargon Polri selama ini sebagai pengayom masyarakat.
Menurut Sutanto, meskipun di tingkat Mabes Polri telah berupaya untuk mengubah perilaku negatif tersebut, di lapangan masih banyak polisi yang berperilaku menyimpang. Salah satu cara yang ditempuhnya selama ini adalah menerjunkan sejumlah perwira menengah ke berbagai daerah untuk mengakomodasi keluhan masyarakat terkait kinerja kepolisian.
"Kalau faktanya memang masih rusak, harus diperbaiki. Terima kasih saran untuk mengumumkan polisi yang baik dan buruk. Itu hal bagus, akan kami tindak lanjuti," ujar Sutanto.
Salah seorang anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengaku sangat prihatin dengan masih banyak keluhan rakyat, terutama di daerah, tentang kenakalan atau perilaku negatif polisi. Kenakalan yang dimaksud, misalnya, penyalahgunaan wewenang, bersikap arogan, dan terutama memeras rakyat.
"Sebetulnya, napas saya sesak kalau bicara soal reformasi kultural polisi. Selama ini hukumannya cuma mutasi atau dicopot dari jabatan. Itu tidak cukup menimbulkan efek jera," katanya.
Benny mengatakan, boleh-boleh saja polisi beralasan maraknya perilaku negatif tersebut karena masih rendahnya gaji dan tunjangan polisi selama ini. Namun, hal itu bukanlah argumentasi yang tepat untuk dijadikan justifikasi atas kenakalan polisi. Rakyat luas yang sengsara.
"Banyaknya keluhan di rakyat soal polisi bisa menjadi cermin soal kegagalan atau keberhasilan reformasi kultural di kepolisian," ujar Benny.
Perbaikan kesejahteraan
Kepada Komisi III DPR, Sutanto mengatakan, perubahan kultur polisi juga harus diimbangi dengan perbaikan kesejahteraan anggota dan kecukupan biaya operasional. Kedua hal tersebut menjadi penyebab terjadinya penyimpangan oleh anggota polisi di lapangan.
Sebelumnya, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Novel Ali, mengatakan, selain isu perbaikan kesejahteraan, polisi di tingkat bawah juga sangat membutuhkan teladan dari para pimpinannya di Polri.
Masalahnya, menurut Novel Ali, tidak sedikit anggota polisi yang di jajaran pimpinan pun di masa lalunya terjebak dalam situasi yang sama seperti bawahannya kini. Dengan demikian, terpeliharalah krisis keteladanan di tubuh Polri. "Ini jadi semacam lingkaran setan. Sementara rakyat sudah sangat jenuh menjadi korban," kata Novel.
Novel pekan lalu juga sempat menyatakan kekecewaannya karena ratusan keluhan rakyat tentang polisi yang masuk ke Kompolnas tidak disikapi secara responsif oleh Mabes Polri. Dari sekitar 400 keluhan yang masuk, baru 10 persen yang ditindaklanjuti oleh Mabes Polri.
Lodi (50), warga Setiabudi Jakarta Selatan, juga mengaku sangat jenuh dengan perilaku polisi saat ini. Jika melihat polisi di jalanan bukanlah rasa aman yang tercipta di benak, namun justru rasa waswas sekalipun dirinya tidak merasa berbuat salah.
"Sudah jenuh, tetapi bingung mau ngadu ke mana? Kami cuma bisa ngadu ke wartawan karena kalau diberitakan baru masalahnya diperhatikan," ujar Lodi, yang pekan lalu mengadu ke Kompas tentang polisi, yang menangkap dan menahan kerabatnya tanpa bukti yang jelas.
”Polisi Nakal” Akan Dipublikasikan
No comments:
Post a Comment